Sunday, 5 May 2013

Belajar dari Pemilu Malaysia....

Ada beberapa poin yang bisa kita contoh dari Pemilu Malaysia.
Dari prespektif WNI yang menetap di Indonesia.
 
*      Hanya ada satu Pemilu dalam setiap periode. Pilihanraya Umum (PRU13) terdiri dari pemilihan anggota parlemen dan anggota Dewan Undangan Negri (DUN- setaraf DPRD). Pemimpin partai yg mendapatkan suara parlemen paling banyak di seluruh Malaysia berhak menjadi Perdana Mentri setelah direstui Yang Dipertuan Agong. Sedangkan pemimpin partai di tiap cabang negri (provinsi) yang memperoleh kursi DUN yang paling banyak berhak menjadi Mentri Besar (Gubernur) di negri (provinsi) yg dimenanginya setelah direstui Sultan negri masing-masing. Sistem ini tidak seperti di Indonesia yang membuat banyak pemilihan: Pilkada, PilPres, Pemilihan DPR, Pemilihan DPD, bahkan sampai ke pemilihan Pak Kepala Desa. Ini mengakibatkan banyaknya biaya anggaran yg dihabiskan untuk pemilihan pejabat saja. Dengan sistem 1 pemilu di Malaysia: Banyak dana yg dihemat, kampanye pun hanya dua minggu dalam 5 tahun. Tidak seperti di Indonesia yang saya perhatikan kampanyenya tiap hari.
*      TPS- tempat pemungutan suara dilokasikan di sekolah-sekolah di seluruh Malaysia, sehingga tidak ada istilah menyewa atau membuat TPS yang secara otomatis menghemat dana.
*      Calon anggota parlemen dan DUN yang tidak memiliki partai politik bisa mencalonkan dirinya sebagai calon bebas (Independen).
*      Setiap calon wajib membayar RM10000 (Rp30.000.000) sebagai deposit. Deposit akan hangus (hilang) jika calon tidak dapat mencapai 1/8 (12.5%)  suara. Ini untuk menghindari orang orang yang main main dalam mencalonkan diri. Deposit juga akan hilang jika calon melanggar aturan pemilu.
*      Pengitungan suara dilakukan secara online. Sehingga hasil suara bisa diumumkan pada malam itu juga.
 
*      Polisi dan anggota militer mengundi beberapahari lebih dulu.
 
 
Masih banyak lagi sebenarnya.. mungkin cukup untuk kali ini.. J
Berikut foto-foto suasana PRU di Malaysia:
 

 

Sunday, 21 October 2012

Resensi "99 Cahaya Di Langit Eropa : Menapak Jejak Islam Di Eropa"


Buku ini adalah catatan perjalanan atas sebuah pencarian. Pencarian cahaya Islam di Eropa yang kini sedang tertutup awan saling curiga dan kesalahpahaman. Untuk pertama kalinya dalam 26 tahun, aku merasakan hidup di suatu negara dimana Islam menjadi minoritas. Pengalaman yang makin memperkaya spiritualku untuk lebih mengenal Islam dengan cara yang berbeda.

Tinggal di Eropa selama 3 tahun adalah arena menjelajah Eropa dan segala isinya. Hingga akhirnya aku menemukan banyak hal lain yang jauh lebih menarik dari sekedar Menara Eiffel, Tembok Berlin, Konser Mozart, Stadion Sepakbola San Siro, Colloseum Roma, atau gondola gondola di Venezia. Pencarianku telah mengantarkanku pada daftar tempat-tempat ziarah baru di Eropa. Aku tak menyangka Eropa sesungguhnya juga menyimpan sejuta misteri tentang Islam.

Eropa dan Islam. Mereka pernah menjadi pasangan serasi. Kini hubungan keduanya penuh pasang surut prasangka dengan berbagai dinamikanya. Aku merasakan ada manusia-manusia dari kedua pihak yang terus bekerja untuk memperburuk hubungan keduanya.

Pertemuanku dengan perempuan muslim di Austria, Fatma Pasha telah mengajarkanku untuk menjadi bulir-bulir yang bekerja sebaliknya. Menunjukkan pada Eropa bulir cinta dan luasnya kedamaian Islam. Sebagai Turki di Austria, Ia mencoba menebus kesalahan kakek moyangnya yang gagal meluluhkan Eropa dengan menghunus pedang dan meriam. Kini ini ia mencoba lagi dengan cara yang lebih elegan, yaitu dengan lebarnya senyum dan dalamnya samudra kerendahan hati.

Aku dan Fatma mengatur rencana. Kami akan mengarungi jejak-jejak Islam dari barat hingga ke timur Eropa. Dari Andalusia Spanyol hingga ke Istanbul Turki. Dan entah mengapa perjalanan pertamaku justru mengantarkanku ke Kota Paris, pusat ibukota peradaban Eropa.

Di Paris aku bertemu dengan seorang mualaf, Marion Latimer yang bekerja sebagai ilmuwan di Arab World Institute Paris. Marion menunjukkan kepadaku bahwa Eropa juga adalah pantulan cahaya kebesaran Islam. Eropa menyimpan harta karun sejarah Islam yang luar biasa berharganya. Marion membukakan mata hatiku. Membuatku jatuh cinta lagi dengan agamaku, Islam. Islam sebagai sumber pengetahuan yang penuh damai dan kasih.
Museum Louvre, Pantheon, Gereja Notre Dame hingga Les Invalides semakin membuatku yakin dengan agamaku. Islam dulu pernah menjadi sumber cahaya terang benderang ketika Eropa diliputi abad kegelapan. Islam pernah bersinar sebagai peradaban paling maju di dunia, ketika dakwah bisa bersatu dengan pengetahuan dan kedamaian, bukan dengan teror atau kekerasan
Perjalananku menjelajah Eropa adalah sebuah pencarian 99 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan oleh Islam di benua ini. Cordoba, Granada, Toledo, Sicilia dan Istanbul masuk dalam manifest perjalanan spiritualku selanjutnya.

Saat memandang matahari tenggelam di Katedral Mezquita Cordoba, Istana Al Hambra Granada, atau Hagia Sophia Istanbul, aku bersimpuh. Matahari tenggelam yang aku lihat adalah jelas matahari yang sama, yang juga dilihat oleh orang-orang di benua ini 1000 tahun lalu. Matahari itu menjadi saksi bisu bahwa Islam pernah menjamah Eropa, menyuburkannya dengan menyebar benih-benih ilmu pengetahuan, dan menyianginya dengan kasih sayang dan toleransi antar umat beragama.
Akhir dari perjalananku selama 3 tahun di Eropa justru mengantarkanku pada titik awal pencarian makna dan tujuan hidup. Makin mendekatkanku pada sumber kebenaran abadi yang Maha Sempurna.

Aku teringat kata sahabat Ali RA:
Wahai anakku! Dunia ini bagaikan samudra di mana banyak ciptaan ciptaan Nya yang tenggelam. Maka jelajahilah dunia ini dengan menyebut nama Allah. Jadikan ketakutanmu pada Allah sebagai kapal kapal yang menyelamatkanmu. Kembangkanlah keimanan sebagai layarmu, logika sebagai pendayung kapalmu,ilmu pengetahuan sebagai nahkoda perjalananmu; dan kesabaran sebagai jangkar dalam setiap badai cobaan.(Ali bin Abi Thalib RA)

Friday, 19 October 2012

Good Bye Shadrina!!

         Innalillahi wainna ilaihi rajiuun
         Pada 16 Oktober 2012 sekitar 22:00 WIB Shadrina (my cousin) telah kembali ke haribaan Allah.. Disambut dgn senyum para malaikat... Insya Allah shadrina nunggu kita di pintu surga.... Amin..
Selamat jalan sadrina sayang..kami kehilangan rengekanmu, celotehmu, mata indahmu, tawa khasmu..tp Allah lebih sayang Shadrina..pergilah dgn tenang..semoga kelak kita berkumpul di syurga jannatunnaim..
       Belum sempat sebelah jari ini terkembang semua utk menunjukkan berapa usiamu.Tapi kamu telah pergi dan takkan pernah kembali lagi. Senyum ompongmu itu dan segala celotehmu adalah penawar hati buat kedua orang tuamu dan kami yg melihat dan mendengarnya. Kami banyak belajar tentang hidup dan kehidupan ini darimu. Betapa hidup ini sepahit dan sesakit apapun harus dijalani dgn tenang, sabar, kuat dan tersenyum selalu. Terimakasih Nak telah menjadi guru terbaik di perjalanan hidup kami. Kami sangat belajar banyak darimu. Pulanglah dengan tenang ke pelukkan sang Khalik. Kami yakin nun jauh disana pasti lebih indah dan hangat. InsyaAllah kita akan dipertemukan lagi di kehidupan abadi kelak.
SELAMAT JALAN SHADRINA
Ya Ayyuhannafsulmuthmainnah irjii ila rabbika radhiatun mardiah, fadkhuli fii'ibadii, wadkhuli jannati.
 

Comment