Ada beberapa
poin yang bisa kita contoh dari Pemilu Malaysia.
Dari prespektif WNI yang menetap di Indonesia.
Hanya ada satu Pemilu dalam setiap periode.
Pilihanraya Umum (PRU13) terdiri dari pemilihan anggota parlemen dan anggota
Dewan Undangan Negri (DUN- setaraf DPRD). Pemimpin partai yg mendapatkan suara parlemen
paling banyak di seluruh Malaysia berhak menjadi Perdana Mentri setelah
direstui Yang Dipertuan Agong. Sedangkan pemimpin partai di tiap cabang negri
(provinsi) yang memperoleh kursi DUN yang paling banyak berhak menjadi Mentri
Besar (Gubernur) di negri (provinsi) yg dimenanginya setelah direstui Sultan
negri masing-masing. Sistem ini tidak seperti di Indonesia yang membuat banyak
pemilihan: Pilkada, PilPres, Pemilihan DPR, Pemilihan DPD, bahkan sampai ke
pemilihan Pak Kepala Desa. Ini mengakibatkan banyaknya biaya anggaran yg dihabiskan
untuk pemilihan pejabat saja. Dengan sistem 1 pemilu di Malaysia: Banyak dana
yg dihemat, kampanye pun hanya dua minggu dalam 5 tahun. Tidak seperti di Indonesia
yang saya perhatikan kampanyenya tiap hari.
TPS- tempat pemungutan suara dilokasikan di sekolah-sekolah
di seluruh Malaysia, sehingga tidak ada istilah menyewa atau membuat TPS yang
secara otomatis menghemat dana.
Calon anggota parlemen dan DUN yang tidak
memiliki partai politik bisa mencalonkan dirinya sebagai calon bebas
(Independen).
Setiap calon wajib membayar RM10000 (Rp30.000.000)
sebagai deposit. Deposit akan hangus (hilang) jika calon tidak dapat mencapai
1/8 (12.5%) suara. Ini untuk menghindari
orang orang yang main main dalam mencalonkan diri. Deposit juga akan hilang jika
calon melanggar aturan pemilu.
Pengitungan suara dilakukan secara online.
Sehingga hasil suara bisa diumumkan pada malam itu juga.
Polisi dan anggota militer mengundi beberapahari lebih dulu.
Masih banyak lagi sebenarnya.. mungkin cukup untuk kali ini.. J
Berikut foto-foto suasana PRU di Malaysia: